Minasanews.com, Makassar – Kejaksaan Tinggi atau Kejati DKI Jakarta memiliki rencana menawarkan langkah hukum Restorative justice (RJ) kepada keluarga David Ozora alias D dalam kasus penganiayaan brutal yang dilakukan Mario Dandi dan kawan-kawan (cs).
Makna Restorative Justice sendiri adalah keadilan restoratif yang bisa dicapai bila seluruh pihak bertikai menghendaki.
Reda Manthovani, Kepala Kejati DKI Jakarta saat besuk anak korban D di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (16/3/2023) menyampaikan langkah hukum Restorative Justice itu.
“Kami akan menawarkan RJ kepada pihak keluarga korban,” jelas Reda Manthovani.
Meskipun Mario Dandy Satriyo tengah ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya, proses Restorative Justice masih bisa dilakukan.
“Proses itu (RJ) masih bisa dilakukan usai seluruh berkas dilimpahkan kepada kami,” jelasnya.
Akan tetapi, Kejati DKI Jakarta tidak akan memaksakan upaya ini. Reda Manthovani menyatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya langkah hukum yang akan diambil kepada pihak keluarga anak korban D.
“Kalau memang korban tidak menginginkan (RJ), proses jalan terus. Proses RJ dilakukan apabila kedua belah pihak memang menginginkan perdamaian dan tidak ingin melanjutkan lagi perkara ini. Tapi kalau salah satu pihak tidak bisa atau tidak menginginkan, seperti bertepuk sebelah tangan namanya, maka kasus dilanjutkan,” tandasnya.
Sementara itu, masa penahanan dua tersangka, Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19) diperpanjang di Polda Metro Jaya. Senada AGH (15) di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS).
Mario Dandy Satriyo ditahan sejak 20 Februari 2023, Shane Lukas ditahan sejak 24 Februari 2023. Dan AGH ditahan sejak 8 Maret 2023, atau sudah ditahan tujuh hari di LPSK. Penahanan AGH ditambah delapan hari.
AGH akan menjalani sidang khusus untuk pelaku belum dewasa, dan berkasnya akan dipelajari Kejati DKI Jakarta dalam sepekan nanti.
Mario dijerat dengan Pasal 355 KUHP Ayat 1 Subsider 354 Ayat 1 KUHP lebih Subsider 353 Ayat 2 KUHP lebih-lebih Subsider 351 Ayat 2 KUHP dan atau 76 C Juncto 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.