Minasanews.com, Makassar – Fakultas Hukum menerima kunjungan Japan International Coorperation Agency (JICA) dan Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah Sulawesi Selatan. Kunjungan tersebut, membahas beberapa masalah, antara lain ego sektoral, ketersediaan perubahan dari peraturan, substansi hingga moralitas.
Pertemuan berlangsung di Ruang Video Conference, Lantai 2, Fakultas Hukum, Makassar, Kamis (02/02/2023).
Dalam pertemuan tersebut, turut hadir Dekan Fakultas Hukum (Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H.,M.H.,M.A.P), Wakil Dekan Bid. Kemitraan, Riset dan Inovasi (Dr. Ratnawati, S.H., M.H) dan jajaran pimpinan, dosen serta staf Fakultas Hukum Unhas.
Rombongan JICA, yakni Hiromi OIKAWA, Yukiko MAZAWA, Prita Novianti, dan Kazuyo SUDA (interpreter).
Adapun rombongan Direktur Jendral Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan HAM, yakni Koordinator Standarisasi dan Bimbingan Perancangan (Andriana Krisnawati, S.H., M.H), Sub-koordinator kerjasama (Desi Khairani), JFU Kerjasama (M. Binarlal), JFU Kerjasama (Rengganis Nurmalasari), Penyusun Informasi Hukum (Partika Novianti, S.Si.), perwakilan Kepala Bidang di Kanwil Sulsel (Andi Haris) dan staf Kanwil Sulsel lainnya.
JICA Project, Hiromi OIKAWA dalam sambutannya menyampaikan niat kedatangan ke Makassar dan kunjungan ke Fakultas Hukum Unhas untuk mengetahui masalah perundang-undangan, JiCA juga telah mengunjungi beberapa kampus sebelumnya. Pada beberapa perjalanan, ditemukan inkonsistensi pada perancangan perundang-undangan.
Inkonsistensi terjadi karena kompetensi dan kemampuan. Untuk itu, apa saja hal dalam meningkatkan kompetensi dan kemampuan akan didiskusikan. Selain kompetensi, hirarki dan metode dapat mengandung masalah. JICA project telah menemukan beberapa masalah tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Dekan Fakultas Hukum, Prof. Hamzah Halim menyambut baik kunjungan yang dilakukan Japan International Coorperation Agency dan Dirjen Perundang-Undangan Kemenkumham beserta Kanwil Sulsel.
Fakultas Hukum memiliki Pusat Perancang Perundang-Undang bernama Centre of Empowering Legislative Drafting Studies yang bekerjasama dengan San Fransiso. Apabila terdapat kesepakatan, Fakultas Hukum akan menyediakan sebuat “centre” terkait perundang-undangan.
Beberapa hal yang menjadi penyebab inskonsistensi, pertama kompetensi. Jika berbicara tentang anggota dewan sebagai pembuat undang-undang, maka kompetensi menjadi persoalan. Untuk substansi, tantangan perundang-undang yang “tertulis” akan diperhadapkan dengan perkembangan teknologi, disrupsi, hingga 4.0 dapat melahirkan perilaku.
Sehingga pembuat perundang-undangan harus mampu beradaptasi. Pada sisi yang lain, banyaknya Prolegnas (Program Legislati Nasional) yang dibuat, proses yang panjang, dan penganggaran akan menjadi problem yang besar. Begitupula dengan Prolegda (Program Legislasi Daerah). Jadi, inkonsistensi perundang-undangan berujung pada political will, moralistas. Hal inilah yang menarik untuk dilakukan penelitian. Untuk itu, gagasan “centre” akan baik dilaksanakan.