Minasanews.com, Makassar – Hanyutnya cendikiawan dalam arus politik praktis ala penguasa , dalam zaman yang sedang berpura- pura baik.
Saat ini, ketika melihat kaum intelektual bermain lumpur kotor (politik) Bahasa ala Soe Hok Gie, mungkin sudah sangat lumrah, baik itu guru, dosen bahkan mahasiswa. Bermain terang –terangan di rana politik peraktis untuk “kepentingan” tak jadi aib lagi bagi kaum cendikiawan.
Walaupun Secara teori kaum cendikiawan adalah kaum yang bebas , berfikir dan berpendapat bebas dari sekat politik jadi ciri khas tersendiri bagi mereka, bahkan bisa dikatakan ini adalah senjata utama kaum cendikiawan.
Sebutan Cendikiawan, khususnya bagi mahasiswa yang mempunyai tiga fungsi utama, Agen of Change, social control, dan moral of force. Ketiga fungsi tersebut kaum cendikiawan seharusnya menjadi ujung tombak sebuah gerakan, penegah antara pengusa dan rakyat, bukan menjadi anjing – anjing birokrasi penguasa demi kepentingan pribadi.
Cendikiawan harusnya hanya mempunyai satu kepentingan , yaitu menegakkan keadilan untuk kesejhatraan bersama, dengan kata lain kaum cendikiawan adalah panggung orasi untuk merong-rong penguasa yang bertindak totaliter, tampah dasar keadilan serta yang lupah akan janji janji manis di panggung politik sebelum berkuasa.
Namun, melihat kenyataan saat ini, jelas sudah sangat menyimpang dari fungsi mahasiswa. Malah mereka menjadi tiang – tiang penyanggah rumah penguasa yang penuh dengan kepalsuan. Kenyataan ini jelas sudah sangat menginjak – injak kebebasan jiwa intelektualis. Mereka mengaku cendikiawan, tampah rasa malu lupah akan tugas dan fungsi yang sebenarnya. Bisa dikata,zaman ini adalah zaman di mana kaum cendikiawan dan penguasa berkolaborasi di atas panggung politik praktis, untuk menindas rakyat yang sudah sangat menderita. Lihat lah media massa saat ini di setiap detik. Di mana hukum tajam ke bawah tumpul ke atas.
Hakim pengacara, dan aparat menggangap dirinya terpelajar namun, sungguh ironis, terimah sogok sana sini. Dan akhirnya rakyat yang tak punya jadi korban dari moral penguasa yang sangat kejam dan totaliter.
Aku bukan presiden, aku bukan hakim, aku bukan aparat, aku juga bukan politisi, aku hanya binatang jalang yang ingin belajar jadi manusia, memanusiakan manusia adalah Tugasku.
Editor : Muh Alwi