Minasanews.com, Makassar – Kasus tewasnya mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas), Virendy Marjefy (19) saat mengikuti Diksar Mapala Fakultas Teknik memasuki babak baru. Polisi menyebut ada dugaan peristiwa pidana terkait kematian korban.
“Kalau hasil penyelidikan kami, ditemukan adanya peristiwa pidana,” ujar Kanit Pidum Satreskrim Polres Maros Ipda Wawan Hartawan, Jumat (10/3/2023).
Ipda Wawan mengatakan pihaknya sudah melakukan gelar perkara bersama dengan penyidik Polda Sulsel. Menurutnya, para penyidik sepakat ada dugaan unsur pidana terkait kasus kematian korban Virendy.
“Dikuatkan dengan keterangan saksi dan bukti-bukti yang lain dengan barang bukti yang lain, maka ditemukan adanya peristiwa pidana di situ,” kata Wawan.
Oleh sebab itu, penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel merekomendasikan kepada penyidik Polres Maros untuk meningkatkan status kasus ini dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
“Mungkin satu pekan depan barangkali kita lakukan penyidikan lagi, di serangkaian penyidikan itu, periksa saksi kembali mengumpulkan alat-alat bukti, menetapkan siapa-siapa yang tersangka,” ujar Wawan.
Sebelumnya, Ayah Virendy, James Wehantouw sempat mengungkap dugaan kekerasan terhadap putranya. Dia menyebut ada sejumlah percakapan chat Virendy yang curhat tentang kekerasan.
“Dia baku chat sama temannya di handphone-nya dia (Virendy) bilang untungnya dia pake kaca mata jadi tappe’-nya (tempeleng) senior tidak ke arah mata,” kata James, Jumat (27/1/2023).
Kendati demikian, tidak diketahui kapan terjadinya kekerasan tersebut. Namun James mengatakan curhatan anaknya terkait perlakuan senior yang kemudian diceritakan kepada teman kampusnya.
Bukti chat ini dikatakan James telah diserahkan kepada pihak kepolisian.
“Banyak itu di handphone-nya, tapi saya tidak tahu persis itu karena anak saya (kakak Virendy) yang kasih screenshotnya ke penyidik polres Maros,” kata James.
Sebelumnya, Ketua Mapala Fakultas Teknik Unhas Ibrahim membantah dugaan kekerasan di kasus Virendy Marjefy. Dia menegaskan diksar merupakan bentuk pendidikan sehingga tidak ada kekerasan.
“Yang pertama ini kegiatan pendidikan dasar ini kita bukan kali pertama kita lakukan ini sudah 27 kali sampai yang kemarin dan dari kami sangat terpukul dengan kondisi kemarin kondisinya itu bukan kita yang minta tidak diinginkan oleh siapapun,” ujar Ibrahim, Minggu (15/1) malam.
Ibrahim menjamin tidak terjadi kontak fisik saat proses diksar itu berlangsung di Maros, sejak hari Senin hingga hari Jumat. Mereka hanya melakukan pembinaan sebelum Diksar itu berlangsung dengan membekali persiapan materi maupun latihan.